Tidak hanya nikotin, alkohol, internet, danfacebook, bekerja juga dapat menimbulkan kecanduan. Ada orang-orang yang sedemikan larut dalam pekerjaan sehingga mengabaikan keluarga, teman, tubuh dan bahkan kesehatan sendiri.
Di masyarakat modern yang memuji kerja keras, kecanduan kerja adalah fenomena yang tak mudah terlihat. Padahal, kerja keras tidak sama dengan kecanduan kerja (workaholik).
“Sangat mudah untuk melewatkan tanda-tandanya,” kata Ronald Burke, profesor perilaku organisasi di Schulich School of Business, York University, Toronto. “Pecandu kerja dihargai, menjadi anggota terhormat dari organisasi. Namun apa yang terjadi pada jiwa terdalam mereka adalah tanda-tanda penyakit yang tidak terlihat. ”
Gila kerja = cepat mati
Kecanduan kerja memperpendek umur. Di Jepang, mati karena kecanduan kerja disebut karoshi, di Cina disebut guolaosi. Belum ada kata padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sebuah studi Amerika yang diterbitkan dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine menunjukkan bahwa lembur dan jam kerja yang panjang berhubungan dengan peningkatan risiko hipertensi, penyakit jantung, kelelahan, stres, depresi, gangguan muskuloskeletal, infeksi kronis, diabetes dan keluhan kesehatan umum lainnya. Di Jepang, karoshi paling banyak disebabkan oleh aneurisme otak, stroke dan serangan jantung.
Sebuah studi lain yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine menyimpulkan bahwa orang yang bekerja 11 jam atau lebih per hari memiliki risiko 67 persen lebih tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang yang bekerja tujuh atau delapan jam sehari. Semakin panjang seseorang bekerja dalam sehari, semakin tinggi risiko terkena penyakit jantung koroner, penelitian itu menyimpulkan. Kecanduan kerja tidak hanya merugikan kesehatan, tetapi juga berdampak pada kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat.